BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sintesis dan sekresi hormon hipofisis anterior
selain di control oleh hipotalamus, dipengaruhi oleh banyak factor antara lain
oleh obat yaitu hormon alamiah, analog
dan antagonis hormon. Hubungan antara hipofisis anterior dengan jaringan
perifer yang dipengaruhi merupakan contoh sempurna mekanisme umpan balik.
Hormon hipofisis anterior mengatur sintesis dan sekrasi hormon dan zat-zat
kimia di sel target: sebaliknya hormon yang disekresi tersebut mengatur juga
sekresi hipotalamus dan/atau hipofisis. Konsep ini mendasari penggunaan hormon
untuk diagnosis danterapi untuk kelainan hormon di klinik. Interaksi berbagai
hormon ini juga menjelaskan mekanisme terjadinya efek samping beberapa jenis
obat.
Hormon hipofisis anterior sangat esensial untuk
pengaturan pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, metabolism dan respons
terhadap stres.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis
anterior dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama berupa hormon somatropok yang meliputi hormon
pertumbuhan (GH=somatotropin), prolaktin (PRL), laktogen plasenta (LP).
Kelompok kedua berbentuk glikoprotein
yaitu tirotropin (TSH); lituenizing
hormon (LH), hormon pemacu folikel (FSH), dan gonadotropin plasenta manusia
(HCG). Hormon glikoprotein terdiri dari dua sub unit yaitu α dan β, yang
masing-masing mempunyai gugus karbohidrat dan asam sialat. Spesifisitas hormon
ini ditentukan oleh sub unit β dan gugus karbohidratnya. Kelompok ketiga adalah
kortikotropin (ACTH), melanotropin (MSH), lipotropin (LPH) dan hormon-hormon
lain.
Susunan asam amino semua hormon hipofisis anterior
telah diketahui dan beberapa telah dapat disintetis, sebagian maupun secara
keseluruhan. Saat ini telah dapat dibuat agonis dan antagonis hormon sintetik
dengan struktur serupa gugus aktif hormon alami.
Pada umumnya hormon hipofisis spesifik untuk tiap
spesies, sehingga di masa lalu sumber untuk penggunaan klinis yan memenuhi
syarat hanya mungkin di dapat dari ekstrak hipofisis manusia post-mortem. Hormon dari manusia ini
menimbulkan masalah karena terkontaminasi penyebab penyakit Creutzfeld-Jacob
dan kini tidak lagi digunakan. Saat telah ditemukan cara rekayasa genetic untuk
memproduksi hormon pertumbuhan dengan jumlah relative besar disertai kemungkinan
untuk melakukan modifikasi kimiawi dan tidak akan terkontaminasi penyebab
penyakit Creutzfeld-Jacob.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid
kelamin endogen yang diproduksi oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan
plasenta pada masa kehamilan. Kedua jenis ini dan derivate sintetiknya
mempunyai peranan penting pada wanita antara lain dalam perkembangan tubuh,
proses ovulasi, fertilisasi, implantasi, dan dapat mempengaruhi metabolism
lipid, karbohidrat, protein dan mineral; juga berperan penting dalam
pertumbuhan tulang, spermatogenesis dan behavior.
Sekarang telah diketahui biosentetis, hormon ini di
masing-masing organ, mekanisme kerja di reseptornya pada tingkat selular dan
molecular. Kecuali itu, dari hasil banyak uji klinik terkontrol, indikasinya
bertambah luas. Demikian pula estrogen yang berasal dari kuda hamil yang yang
dikenal sebagai conjugated equine
estrogen, makin banyak digunakan
untuk wanita pasca menopause. Telah diperkenalkan beberapa preparat yang
dapat berefek agonis atau antagonis pada reseptor estrogen, tergantung dari
jaringan dimana hormon ini bekerja, disebut sebagai selective reseptor modulator (SERM) dan digunakan untuk
oesteoporosis pasca menopause. Antagonis reseptor progesterone dan beberapa
derivate progesterone, misalnya megestrol asetat, juga mulai banyak digunakan
dan berguna untuk kanker kelenjar mammae. Juga tanaman yang mengandung
fitoestrogen diperkenalkan meski masih memerlukan lebih banyak uji klinik.
Tentu saja semua jenis preparat di atas, meski berguna secara klinis, tidak
lepas dari efek samping yang harus selalu diperhatikan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
mekanisme kerja dari hormon ?
2.
Bagaimana
farmakokinetik dari sebuah hormon ?
3.
Apa saja obat
yang terbuat dari hormon ?
4.
Apa fungsi dari
obat yang mengandung hormon ?
5.
Apa efek samping
dari obat yang terbuat dari hormon ?
6.
Bagaimana dengan
indikasi obat yang terbuat dari hormon
dan indikasinya ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk memenuhi
penugasan mata kuliah dari Farmakologi.
2.
Untuk mengetahui
obat-obat yang terbuat dari hormon.
3.
Untuk mengetahui
apa saja yang dapat digunakan dari suatu hormon beserta hal lainnya yang
penting untuk diketahui.
1.4
Manfaat Penulisan
1.
Mahasiswi dapat
mengetahui obat-obat yang terbuat dari hormon.
2.
Mahaiswi dapat
mengetahui apa saja yang dapat digunakan dari suatu hormon beserta hal lainnya
yang penting untuk diketahui.
1.5
Pengertian
Hormon ialah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin, yang masuk ke dalam persedaran darah untuk mempengaruhi jaringan
target secara spesifik. Jaringan yang dipengaruhi umumnya terletak jauh dari
tempat hormon tersebut dihasilkan, misalnya hormon pemacu folikel (FSH,
follicle stimulating hormone) yang dihasilkanoleh kelenjar hipofisis anterior
hanya merangsang jaringan tertentu di ovarium. Dalam hal hormon pertumbuhan
lebih dari satu organ menjadi target sebab hormon pertumbuhan memperngaruhi
berbagai jenis jaringan dalam badan. Jaringan target suatu hormon sangat
spesifik karena sel-selnya mempunyai reseptor untuk hormon tersebut.
1.6
Klasifikasi
Adapun
klasifikasi pada hormon yaitu :
1.
Hormon
adenohiposis
2.
Hormon tiroid
dan anti tiroid
3.
Estrogen dan
progestin, agonis dan antagonisnya
BAB II
ISI
2.1
Mekanisme/Cara Kerja Obat
Mekanisme kerja hormon pada taraf selular tergantung
jenis hormonnya mengikuti salah satu mekanisme di bawah ini.
A.
Mekanisme Kerja
Hormon Peptida
Reseptor hormone peptide terdapat pada membrane
plasma sel target. Reseptor ini bersifat spesifik untuk hormon peptide
tertentu. Interaksi hormon dengan reseptornya mengakibatkan perangsangan atau
penghambatan enzim adenilsiklase yang
terikat pada reseptor tersebut. Interaksi hormon reseptor ini mengubah
kecepatan sintetis siklik AMP dan ATP. Selanjutnya siklik AMP berfungsi sebagai
mediator intra sel untuk hormone tersebut dan seluruh system ini berfungsi
sebagai suatu mekanisme spesifik, sehingga efek spesifik suatu hormon dapat
terjadi.
Siklik AMP mempengaruhi berbagai proses dalam sel,
dan efek akhirnya bergantung pada kapasitas serta fungsi sel tersebut. Siklik
AMP menyebabkan aktivasi enzim-enzim protein
kinase yang terlibat dalam proses fosforilasi pada sintetis protein dalam
sel. Siklik AMP mempengaruhi kecepatan proses ini. Metabolisme siklik AMP
menjadi 5’AMP, yang tidak dikatalis oleh enzim fosfodiesterase yang spesifik.
Dengan demikian zat-zat yang menghambat enzim fosfodiesterase ini kadang-kadang
dapat menyebabkan timbulnya efek mirip hormon.
Hormone yang bekerja dengan cara di atas ialah
hormone tropic adenohiposis misalnya gonadotropin, MSH (melanocyte stimulating hormone), beberapa releasing hormones dari hipotalamus, glucagon, hormone paratiroid,
dan kalsitonin.
Beberapa hormone menyebabkan ion Ca sebagai mediator
intraselularnya (intrasellular messenger).
Kerja ion Ca dan siklik AMP dapat saling mempengaruhi sebab ion Ca dapat
menyebabkan aktivasi siklik AMP dan demikian pula sebaliknya. Molekul-molekul
lain yang juga dapat bekerja sebagai mediator intrasel adalah siklik GMP,
diasigliserol dan inositol trifosfat.
B.
Mekanisme Kerja
Hormon Steroid
Hormone steroid melewati membrane sel masuk ke dalam
sitoplasma setiap sel, baik sel target hormone steroid maupun sel lainnya.
Tetapi reseptor hormone steroid hanya
terdapat di dalam sel target yaitu dalam sitoplasmanya. Bila hormone steroid
berikatan dengan reseptor sitoplasma maka kompleks hormone-reseptor tersebut
setelah mengalami modifikasi akan ditranslokasi ke tempat kerjanya (site of
action) di dalam inti sel yaitu pada kromatin. Selanjutnya terjadilah beberapa
hal yang berhubungan dengan peningkatan sintetis protein sesuai dengan fungsi
masing-masing sel target.
C.
Mekanisme Kerja
Lain
Hormone
pertumbuhan mempunyai mekanisme kerja yang agak kompleks karena juga berikatan dengan beberapa zat lain.
D.
Mekanisme Kerja
Estrogen
Estrogen mempunyai 2 jenis reseptor, ERα dan ERβ
yang berasal dari gen berbeda. Dan berada di inti sel. ERα terdapat banyak di
saluran reproduksi wanita antara lain uterus, vagina, ovarium dan juga di
kelenjar mammae, hipotalamus, sel-sel endotel. Dan otot-otot polos vaskular,
ERβ letaknya menyebar, terbanyak di prostat dan ovarium dan dalam jumlah lebih
sedikit di paru, otak, dan pembuluh darah. Sekitar 40% sekuens asam amino kedua
jenis reseptor ini identik serta mempunyai struktur domain yang umum dimiliki
oleh jenis reseptor steroid lain. Fungsi biologik reseptor ini nampaknya
berlainan dan dapat memberikan respon berlainan terhadap berbagai senyawa
estrogenic, misalnya ERα dan ERβ mengikat 17-β estradiol dengan kekuatan yang
sama sekitar 0,3 nM, sedangkan fitoestrogen genistein terikat ERβ dengan
afinitas 5 kali lebih tinggi dari ikatannya pada ERα.
Kedua ER merupakan ligand-activated transcription factors yang dapat meningkatkan atau
menurunkan sintetis mRNA dari gen target. Setelah masuk sel melalui difusi
pasif membrane plasma, hormon akan terikat ER di inti sel. ER yang semula
merupakan monomer akan mengalami perubahan konformasi, terjadi dimerisasi sehingga
afinitas dan kecepatan pengikatannya pada DNA meningkat. ER akan terikat estrogen response elements (EREs) di gen
target. Senyawa yang bersifat antagonis juga akan menyebabkan dimerisasi dan
terikat DNA, tetapi konformasi ER yang terjadi di sini berlainan dari reseptor
yang di duduki oleh agonis.
E.
Mekanisme Kerja
Progesteron
Di
dalam gen progesteron hanya mempunyai reseptor tunggal (PR) yang memproduksi
dua isoform, PR-A dan PR-B. Kedua isoform PR ini mempunyai ligand-binding domain yang identik, tidak berbeda seperti yang
dimiliki isoform ER. Pada keadaan tanpa ligand, PR berada di inti dalam bentuk
monomerik terikat inaktif dengan heat-shock
proteins (HSP-90, HSP-70 dan p59), apabila telah terikat progesteron HSP terlepas
(berdisosiasi) dan reseptor mengalami fosforilase dan kemudian membentuk dimer
(homo- dan heterodimer) yang terikat dengan selektivitas tinggi pada progesteron response elements (PREs)
pada gen target. Proses transkripsi oleh PR terjadi melalui recruitment beberapa ko-aktivator ini
selanjutnya berinteraksi dengan beberapa protein spesifik yang mempunyai aktivitas
asetilasi histon. Asetilase histon menyebabkan remodeling kromatin dan menambah
protein transkripsi antara lain RNA polymerase ke promotor target antagonis
progesteron juga akan menyebabkan dimerisasi reseptor dan pengikatan dengan DNA
tetapi konformasi antagonis-bound PR
lain dengan antagonis-bound PR.
Konformasi ini tidak akan menyebabkan transkripsi.
2.2
Farmakokinetik
A.
Transfor tiroid
Pada keadaan normal, yodium di sirkulasi terdapat
dalam berbagai bentuk, sekitar 95% sebagai yodium organic dan hampir 5% sebagai
yodida. Sebagian besar (90-95%) yodium organic berada dalam bentuk tiroksin,
dan hanya sebagian kecil (5%) berada di triyodotironin.
Dalam darah hormone tiroid terikat kuat pada
berbagai protein plasma, dalam bentuk ikatan non kovalen. Sebagian besar hormon
ini terikat pada thyroxine-binding
globulin (TBG), T3 ikatannya sangat lemah dan mudah terlepas
kembali, karenanya T3 mula kerjanya lebih cepat dari T4, serta
masa kerjanya T4. Tiroksin juga terikat transtiretin (thyroxine-binding prealbumin), suatu retinol-binding protein, yang kadarnya lebih tinggi dari TBG dan terutama mengikat
tiroksin. Adanya ikatan hormon tiroid dengan protein plasma, menyebabkan tidak
mudahnya hormone ini di metabolisme dan diekskresi, sehingga masa paruhnya
cukup panjang.
Hanya
sedikit tiroksin yang terikat albumin dan hampir tidak mempunyai peran
fisiologik, keculai pada famial
dysalbuminemic hyperthyroxinemia. Sindroma ini merupakan kelainan autosomal
yang dominan, ditandai dengan meningkatnya afinitas albumin terhadap tiroksin
akibat terjadinya mutasi gen albumin.
Besarnya aktivitas biologic hormone tiroid
ditentukan oleh jumlah hormone tiroid bebas dalam plasma. Jumlah ini antara
lain tergantung dari jumlah TBG plasma. Selama jumlah hormone tiroid bebas di
plasma dalam batas normal, tidak akan timbul gejala hipofungsi atau hiperfungsi
tiroid.
Ikatan hormone tiroid dengan protein plasma dapat
memproteksi hormone ini dari proses metabolisme dan ekskresi, sehingga
masa-paruhnya dalam sirkulasi panjang. Hanya sekitar 0,03% tiroksin dan 0,3%
triyodotironin dari total hormon tersebut berada dalam keadaan bebas.
Aktivitas metabolik hormon tiorid hanya dapat
dilakukan oleh hormon yang bebas. Karena afinitas pengikatannya dengan protein
plasma tinggi, maka adanya perubahan kadar protein plasma atau afinitas
ikatannya akan mempengaruhi kadar total hormon dalam serum. Beberapa obat dan
berbagai kondisi patologik dan fisiologik, misalnya peningkatan kadar estrogen
plasma pada kehamilan atau terapi dengan estrogen atau penggunaan kontrasepsi
hormonal oral, dapat meningkatkan pengikatan tiroid dengan protein plasma dan
kadar proteinnya. Karena adenohiposis hanya dipengaruhi dan meregulasi hormon
tiroid yang bebas, maka keadaan di atas hanya sedikit mempengaruhi kadar hormon
bebas dalam sirkulasi, karenanya tes laboratorium yang hanya mengukur kadar
hormon total secara keseluruhan dapat menyesatkan diagnosis.
B.
Estrogen
Berbagai jenis estrogen dapat di berikan oral,
parenteral, transdermal maupun topical. Karena sifat lipofiliknya absorbs
peroral baik. Ester estradiol dapat diberikan IM, bervariasi mulai dari
beberapa hari sekali sampai satu bulan sehari. Pemberian transdermal yang
diganti 1-2 kali seminggu umumnya berisi estradiol yang absorpsinya terjadi
secara kontinu melalui kulit.
Umumnya etinilestradol, conjugated estrogen, ester estron, dietilstilbestrol diberikan oral. Estradol oral, absorpsi cepat
dan lengkap, mengalami metabolism lintas-pertama di hepar yang ekstensif,
substitusi etinil pada atom C17 dapat menghambat prose tersebut.
Preparat oral lain, conjugated equen
estrogen (ester sulfat dari estron),
equilin, senyawa alami lain dihidrolisis oleh enzim di intestine bagian bawah
hingga gugus sulfat terlepas dan estrogen di absorpsi di intestine. Karena
adanya perbedaan dalam metabolism menyebabkan perbeadaan potensi estrogeniknya,
misalnya etinilestradol lebih poten dari conjugated
estrogen. Beberapa jenis bahan makanan dan produk asal tanaman, misalnya
kacang kedelai yang mengandung flavonoid genistein, dan kumestan diduga
mempunyai efek estrogenik, tetapi hal ini masih membutuhkan pembuktian klinik.
Transdermal
estradiol patch. Penglepasan hormon
berlangsung lambat, kontinu, didstribusi sistemik, kadar dalam darah lebih
konstan daripada per oral. Cara pemberian ini juga tidak menyebabkan kadar
tinggi dadlam darah yang dapat mencapai sirkulasi portal, mungkin inilah yang
menyenankan efeknya pada profil lipid berbeda.
Absorpsi estradiol valerat atau estradiol sipionat
setelah pemberian dosis tunggal IM, berjalan lambat sampai beberapa minggu,
karenanya pemberiannya 1-4 minggu sekali. Di dalam darah umumnya estrogen alami
terikat globulin pengikat hormon kelamin steroid (SSBG) dan sedikit terikat
albumin. Sebaliknya etinilestradol terikat albumin dan tidak terikat SSBG.
Karena ukuran molekul dan sifat lipofiliknya, estrogen yang bebas akan mudah
keluar dari plasma dan akan didistribusi secara ekstensif ke kopartemen
jaringan. Jenis hormon ini mengalami metabolism cepat dan estensif, masa paruh
plasma hanya beberapa menit.
C.
Progesterone
Progesterone oral akan cepat mengalami metabolisme
lintas pertama di hepar, karenanya bioavailabilitas oralnya rendah dan lebih
banyak digunakan IM (dalam larutan minyak) atau suppositoria vagina atau
diberikan bersama alat kontrasepsi dalam rahim atau intra uterin devices (AKDR/IUD). Kecuali itu dibuat analog 17
α-hidroksi progesterone seperti misal medroksi progesterone asetat (MPA) dan
19-norsteroid untuk digunakan oral. Progesterone micronized mengandung partikel kecil (<10 µm) dalam larutan
minyak dikemas dalam kapsul gelatin. Meski bioavailabilitas absolute preparat
ini rendah, kadar plasma yang efektif dapat dicapai.
Derivate
progestin, MPA dan megestrol asetat dapat diberikan oral, karena metabolism
hepar lebih sedikit dari progesterone alami, masa kerja lebih panjang, 7-24 jam
karenanya cukup diberikan 1 x sehari. Hidroksiprogesteron kaproat dan MPA
diberikan IM. Ekskresi semua sediaan melalui urin.
2.3
Farmakodinamika
A.
Hormon
Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan
terutama mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan lemak, dengan mekanisme kerja
belum jelas. Hormon lain yaitu insulin, glukagon juga berpengaruh terhadap
pengaturan zat- zat ini. Pengaruh hormon ini terhadap metabolisme karbohidrat
saling berkaitan sehingga sukar dirinci satu per satu. Hormon pertumbuhan
memperlihatkan efek antiinsukin yaitu meninggikan kadar gula darah, tetapi
disamping itu juga berefek seperti insulin yaitu menghambat penglepasan asam
lemak dan merangsang ambilan asam amino oleh sel. Efek ini sebagian besar
mungkin diperantarai oleh somatomedin C atau
disebut juga IGF-1 (insulin like growth factor 1) dan sebagian kecil oleh
insulin like growth factor 2 (IGF-2).
B.
Tiroid dan Anti
Tiroid
Hormon
tiroid bekerja melalui reseptornya diinti sel. Efek hormon tiroid timbul
melalui regulasi transkripsi DNA yang merangsang sintesis protein, dan
selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Karenanya
hormon ini penting untuk proses pertumbuhan normal. Efek hormon ini pada
sintesis protein dan aktivitas enzim tidak terbatas hanya pada otak saja
tetapi, sebagian besar jaringan tubuh juga dapat dipengaruhi , ini terlihat
dari gejala yang timbul pada hipertiroidisme ataupun hipotiroidisme. Sedangkan
anti tiroid, berefek dalam menghambat sintesis hormon tiroid baik secara
langsung ataupun memblok mekanisme transfor yodida sedangkan yang lain dapat
mengurangi sintesis dan pengeluaran hormon dari kelenjarnya, dan ada pula yang
merusak kelenjar dengan radiasi ionisasi. Juga ada beberapa obat yang tidak
berefek pada hormon dikelenjar, tapi diganakan sebagai terapi ajuvan,
bermanfaat untuk megatasi gejala tirotoksikosis.
C.
Estrogen dan
Progesteron
1.
Estrogen
Pada organ non endokrin (tulang, endothelium vascular,
hepar, SSP, jantung) terdapat reseptor estrogen (ER), karenanya banyak efek
metaboliknya terjadi secara langsung pada reseptor yang bersangkutan. Efek
estrogen pada masa tulang menguntungkan karena mengurangi proses resorpsi
kalsium tulang.
Efek
utama estrogen antara lain menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas,
menyebabkan pertumbuhan tulang dan penutupan epifisis pada wanita dan pria.
2.
Progesteron
Progesteron
dapat meningkatkan insulin basal atau setelah makan karbohidrat, tetapi tidak
menyebabkan perubahan toleransi glukosa, kecuali penggunaan jangka panjang
progestin yang poten (norgestrel). Hormon ini dapat merangsang aktivitas enzim
lipoprotein lipase dan nampaknya menambah deposit lemak.
Progesteron
dan analognya (MPA) dapat menyebabkan peningkatan LDL dan menurunan HDL
(sedang) atau tidak ada perubahan. Progesteron juga mungkin dapat mengurangi
efek aldosteron pada reabsorpsi Na ditubuli renalis dan menyebabkan peningkatan
sekresi mineralokortikoid korteks adrenal.
BAB III
URAIAN OBAT
1)
HORMON
PERTUMBUHAN
A.
FAAL
Pertumbuhan. Fungsi fisiologi hormon pertumbuhan
yang paling jelas adalah terhadap pertumbuhan. Defisiensi hormon ini
menyebabkan kekerdilan (dwarfisme), sedang kelebihan hormon ini menyebabkan
gigantisme pada anak dan akromegali pada orang dewasa. Disamping hormon lain
juga dalam berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan normal yaitu
tiroid, insulin, androgen dan estrogen.
Pemberian hormon pertumbuhan pada pasien
hipopituitarisme menyebabkan pertumbuhan normal apabila pengobatan dimulai
cukup dini. Pematangan alat kelamin tidak terjadi tanpa pemberian hormon
kelamin atau gonadotropin. Gigantisme dan akromegali tidak pernah dilaporkan
terjadi akibat terapi dengan hormon ini.
B.
EFEK
TERHADAP METABOLISME
Hormon pertumbuhan terutama mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan lemak, dengan mekanisme kerja belum jelas. Hormon lain yaitu
insulin, glukagon juga berpengaruh terhadap pengaturan zat- zat ini. Pengaruh
hormon ini terhadap metabolisme karbohidrat saling berkaitan sehingga sukar
dirinci satu per satu. Hormon pertumbuhan memperlihatkan efek antiinsukin yaitu
meninggikan kadar gula darah, tetapi disamping itu juga berefek seperti insulin
yaitu menghambat penglepasan asam lemak dan merangsang ambilan asam amino oleh sel.
Efek ini sebagian besar mungkin diperantarai oleh somatomedin C atau disebut juga IGF-1 (insulin like growth factor
1) dan sebagian kecil oleh insulin like growth factor 2 (IGF-2).
Hormon pertumbuhan terbukti berpengaruh pada
penyakit diabetes melitus. Pasien diabetes sangat sensitif terhadap terjadinya
hiperglikemia oleh hormon pertumbuhan. Pada pasien bukan diabetes melitus
hormon ini dapat diberikan dalam dosis besar tanpa menyebabkan hiperglikemia,
bahkan sebaliknya kadang- kadang dapat menyebabkan hipoglikemia pada pada
pemberian akut karena mempermudah glikogenesis.
Pada
keadaan lapar hormon pertumbuhan menyebabkan mobilisasi lemak dari depot lamak
untuk masuk keperedaran darah. Hormon ini agaknya mengalihkan sumber energi
dari karbohidrat ke lemak.
Hormon pertumbuhan memperlihatkan keseimbangan
positif untuk N, P, Na, K, Ca dan Cl, unsur- unsur terpenting untuk membangun
jaringan baru. Nitrogen terutama terdapat dalam asam amino yang dibawa kedalam
jaringan untuk ebentuk protein meningkat, sehingga kadar N dalam darah
(urea)
menurun, sesuai dengan efek anaboliknya.
Efek GH terhadap pertumbuhan terutama terjadi
melalui peningkatan produksi IGF-1, terutama dibentuk dalam hepar. Selain itu
GH juga terangsang produksi IGF-1 ditulang, tulang rawan, otot dan ginjal. GH
merangsang pertumbuhan longitodinal tulang sampai epifisis menutup, hapir saat
akhir pubertas.
Baik pada anak- anak maupun dewasa GH mempunyai efek
anabolik pada otot dan katabolik pada sel- sel lemak sehingga terjdi
peningkatan assa otot dan pengurangan jaringan lemak terutama di daerah
pinggang. Terhadap metabolise karbohidrat GH dan IGF-1 mepunyai efek yang
berlawanan pada sensivitas terhadap insulin.
GH menurunkan sensivitas terhadap insulin sehingga
terjadi hiperinsulinemia. Sebaliknya pada pasien yang tidak sensitif terhadap
GH karena mutasi reseptor. IGH-1 bekerja
melalui reseptor IGH-1 dan reseptor insulin mengakibatkan penurunan
kadar insulin dan kadar glukosa.
C.
INDIKASI
Selama ini indikasi hormon pertumbuhan hanya
dibatasi untuk mengatasi kekerdilan. Akibat hipopituitarisme. Dengan
ditemukannya cara rekayasa genetika untuk memproduksi hormon ini secara mudah
dalam jumlah besar, ada kemungkinan penggunaanya untuk mengatasi gangguan
pertumbuhan akan lebih luas. Efektivitas hormon ini pada difisiensi partial dan
anak pendek yang normal hanya tampak diawal terapi. Untuk indikasi ini sulit
ditentukan siapa yang perlu diobati, kapan pengobatan dimulai dan kapan
berakhir. Juga perlu disertai penanganan psikologis, yang akan sangat penting
artinya bila terapi gagal.
Berbagai usulan bermunculan dalam 10 tahun terakhir
ini, antara lain anjuran penggunaan pada anak pendek yang tingginya dibawah 10
% populasi dan berespon terhadap terapi hormon pertumbuhan yang dicobakan dulu
selama 6 bulan, bagaimana pun penggunaan hormon ini pada kasus tanpa difisiensi
hormon berhadapan dengan pertimbangan etis. Perlu pertimbangan manfaat risiko
efek samping serius misalnya akromegali, gangguan kardiovaskular, gangguan
metabolisme glukosa yang terjadi pada kelebihan hormon endogen, tetapi jugs
risiko kejiwaan pada hormon endogen, tetapi juga risiko kejiwaan pada kegagalan
terapi (perubahan persepsi pendek normal menjadi abnormal).
Dengan dibuatnya hormon ini secara rekayasa genetik
keterbatasan pengadaan tidak akan menjadi masalah lagi. Kalau faktor biaya
juga tidak menjadi masalah, perlu
dipikirkan adanya batasan yang jelas mengenai indikasi.saat ini telah ada
laporan penggunaan diluar indikasi yang telah jelas, misalnya penyalahgunaan
obat atlet untuk mencapai tinggi dan bentuk badan tertentu dan mencapai tinggi
dan bentuk badan tertentu dan pada orang lanjut usia untuk menghambat proses
penuaan. Meskipun penelitian menunjukkan bahwa hormon pertumbuhan menyebabkan
hal- hal yang menguntungkan untuk atlet dan orang lanjut usia yaitu penurunan
jumlah jaringan lemak, peningkatan jaringan otot, peningkatan BMR, penurunan
total kolesterol, peningkatan kekuatan isometrik dan kemampuan kerja fisik,
namun efeknya sebagai antipenuaan tetap dipertanyakan. Pada mencit justru GH
dan IGH-1 analog secara konsisten memperpendek umur. Pemakaian GH oleh atlit
dilarang oleh Komite Olimpiade. Terapi hormon GH telah disetujui di USA untuk
pasien yang kekurangan berat (wasting) karena AIDS, terapi ini bermanfaat untuk
sebagian pasien tersebut.
Hormon pertumbuhan perlu diberikan 3 kali seminggu
selama masa pertumbuhan. Pada saat pubertas perlu ditambahkan pemberian hormon
kelamin agar terjadi pematangan organ kelamin yang sejalan dengan pertumbuhan
tubuh. Evalusi terapi dilakukan enam bulan setelah pengobatan. Terapi dikatakan
berhasil bila terlihat pertambahan tinggi minimal 5 cm. Tampaknya pengobatan
lebih berhasil pada mereka yang gemuk. Pertumbuhan sangat kecil atau hampir
tidak ada pada usia 20-24 tahun. Resistensi, yang sangat jarang terjadi,
biasanya disebabkan oleh timbulnya antibodi terhadap hormon pertumbuhan, hal
ini dapat diatasi dengan menaikkan dosis. Di masa lalu manfaat GH pada usia
dewasa dengan defisiensi GH tidak pernah dibicarakan. Baru belakangan diketahui
gejala-gejala obesitas umum, kurangnya massa otot dan curah jantung yang
menurun akan berkurang dengan pemberian GH. Tahun 2004 GH diindikasikan untuk short-bowel syndrome yang tergantung
pada total parentral nutrition.
Pemberiannya bersama glutamin, untuk memperbaiki pertumbuhan sel mukosa usus.
Tahun 1993 di USA GH diizinkan digunakan untuk meningkatkan produksi susu oleh
sapi, tetapi apabila sering terjadi mastitis, maka pemakaian antibiotik
meningkat dan dikhawatirkan adanya residu antibiotik pada susu dan daging sapi.
1.
SOMATREM
Hormon
pertumbuhan yang dihasilkan dengan cara rekayasa genetik ini memiliki satu
gugus metionin tambahan pada terminal-N. Hal ini mungkin menjadi penyebab
timbulnya antibodi dalam kadar rendah terhadap sediaan ini pada ± 30% pasien,
adanya antibodi ini tedak mempengaruhi perangsangan pertumbuhan oleh hormon.
Efek biologisnya sama dengan somatropin. 1 mg somatrem setara dengan 2.6 IU
hormon pertumbuhan.
a.
Kegunaan
klinik: Diindikasikan untuk difesiensi hormon pertumbuhan
pada anak. Penggunaann pada difisiensi parsial dan anak pendek normal masih
harus diteliti. Suntikan lepas lambat yang melepas obat perlahan-lahan dapat
diberikan subcutan sebulan sekali. Ada pula preparat yang diberikan 3-6 kali
perminggu. Kadar puncak dicapai dalam 2-4 jam dan kadar terapi bertahan 36
jam.Bila terapi tidak berhasil, setelah 6 bulan obat harus dihentikan
b.
Dosis.
Harus disesuaikan kebutuhan perorangan, dan diberikan oleh spesialis. Dosis
total seminggu dapat juga dibagi dalam 6-7 kali pemberian, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa respons lebih baik bila obat diberikan tiap hari.pengobatan
diberikan sampai diberikan epifisis atau bila tidak ada lagi respons.
c.
Efek
samping. Hiperglikemia dan ketosis (diabeto genic)bisa
terjadi pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus.
2.
SOMATROPIN
Secara kimia identik
dengan hormon pertumbuhan manusia tetapi dibuat dengan rekayasa ginetik, efek
geologik sama tetapi tidak ada resiko kontaminasi virus penyebab penyakit Creutzfeldt-Zacob
1 ml gram obat ini setara 2,6 IU hormon pertumbuhan.
a.
Kegunaan
klinik. Sama dengan somatrem.
b.
Efek
samping dan interaksi obat.
Pembentukan antibodi hanya 2% pasien. Antibodi ini juga tidak menghambat
efek perangsangan pertumbuhan . Glukokortikoid diduga dapat menghambat
perangsangsn pertumbuhan oleh hormon ini.
c. Cara pemberian. IM
dan SC seperti somatrem, begitu pula lama pengobatan. Dosis maksimum dibagi 3
kali pemberian dalam seminggu. Atau 6-7 kali pemberian dalam seminggu. Ada juga
yang menggunakan dosis yang sama dengan somatrem. Telah diketahui bahwa umumnya
pengobatan dengan hormon pertumbuhan menunjukkan respons yang makin lama makin
menurun. Suatu penelitian menunjukkan bahwa menaikkan dosis pada saat respon
menurun dapat kembali meningkatkan respon, tanpa efek samping pada metabolisme
karbohidrat maupun lipid. Penurunan respons mungkin juga disebabkan oleh
penutupan epifisis atau ada masalah lain, misal malnutrisi atau hipotiroidisme.
Saat penyuntikan mungkin mempengaruhi hasil. Penyuntikan pada malam hari kurang
mempengaruhi pola metabolisme (asam lemak rantai medium, serum alanin, laktat)
dibandingkan pada pagi hari.
3. SOMATOMEDIN C
(IGF-1).
Somatomedin
ialah sekelompok mediator faktor pertumbuhan yang mula- mula ditemukan dalam
serum tikus normal. In vitro,
somatodedin meningkatkan inkorporasi sulfat ke dalam jaringan tulang rawan,
karena itu zat ini dulu disebut sulfation
factor. Kemudian ternyata masih banyak efek lain yang dapat ditimbulkannya
sehingga zat ini disebut somatomedin.
Somatomedin
juga terdapat dalam serum manusia, zat inni bertambah pada akromegali dam
menghilang pada hipopituitarisme, in
vitro, zat ini juga merangsang sintesis DNA, RNA, dan protein oleh
kondrosit. Ternyata efek somatomedin sangat luas, mencakup berbagai efek hormon
pertumbuhan. Meskipun demikian, telah terbukti bahwatidak semua efek hormon
pertumbuhan diperantai oleh somatomedin.
Somatumedin
dibuat terutama di hepar, selain itu juga di ginjal dan otot. Zat- zat ini
disentesis sebagai respons terhadap hormon pertumbuhan dan tidak disimpan.
Somatomedin menghambat sekresi hormon pertumbuhan melalui mekanisme umpan
balik. Sejumlah kecil pasien dengan gangguan pertumbuhan familiaal tak memiliki
cukup somatomedin meskipun kadar hormon pertumbuhannya normal, dan pemberian
hormon pertumbuhan pada pasien ini tidak memperbaiki gangguan peretumbuhan.
4.
MEKASERMIN
Diindikasikan
untuk kasus difisiensi IGF-1 yang tidak responsif terhadap GH karena terjadi
mutasi pada reseptor dan terbentuknya antibodi yang mnetralisir GH.
Mekasremin
adalah kompleks rhlGF-1 dan recombinanthiman
IGF- binding protein 3 (rhIGFBP-3).
a.
Efek
sampingnya, yang utama hipoglikemia, untuk mencegah
efek samping ini harus makan dulu 20 menit sebelum atau sesudah pemberian
mekasermin subkutan. Beberapa pasien menderita peningkatan tekanan intrakranial
dan peningkatan enzim hepar. ANTAGONIS GH. Adenoma hipofisis dapat menyebabkan
gigantisme dan akromegali. Oktreotid adalah analog somastotatin yang potensinya
45 kali lebih dalam menghambat GH,tetapi hanya 2 kali dalam penurunan insulin.
Bromokriptin menurunkan produksi GH. Pegvisoman menghambat kerja GH di reseptor
dan dipakai untuk kasus akromegali.
2)
HORMON
TIROID
A.
BIOSINTETIS
Kelenjar
tiroid memproduksi hormon tiroid, yang akan disimpan sebagai residu asam amino
dari tiroglobulin. Tiroglibulin merupakan glikoprotein yang menempati sebagian
besar folikel koloid kelenjar tiroid.
Secara
garis besar, sintesis, penyimpanan, sekresi, dan konversi hormon tiroid,
terdiri dari beberapa tahap:
1. Ambilan
(uptake) ion yududa (I’) oleh kelenjar
2. Oksidasi
yodida dan yodinasi gugus tirosil pada tirogobulin
3. Penggabungan
residu yodotirosin a.i. menghasilkan yodotironin
4. Resopsi
koloid tiroglibulin dari lumen kedalam sel
5. Proteolisis
tiroglibulin dan pengeluaran atau sekresi tiroksin (T4) dan tryodotironin (T3)
ke aliran darah
6. Recycling
yodium di antara sel- sel tiroid melalui deyodinasi dari mono- dan
diyodotirosin dan penggunaan kembali ion yudida (I’) dan
7. Konversi
T4 menjadi T3 di jaringan perifer dan dalam kelenjar tiroid
a. Ambilan
yodida
Yodium
dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk yodida. Pada keadaan normal
kadarnya dalam darah sangat rendah (0,2- 0,4 µg/dL). Tetapi kelenjar tiroid
mampu menyerap yodida cukup kuat, hingga yodida dalam kelenjar mencapai 20- 50
kali, bahkan bila kelenjar terangsang mencapai 100 kali dari kadar
plasma.mekanisme tranfor yodida ke kelenjar dihambat beberapa ion, misal tiosinat
dan perkiorat. Sistem transpor yodida ini dipicu hormon tirotropin dari
adenohipofisis (thyroid- stimulating hormone, TSH) yang diatur oleh mekanisme
autoregulasi. Karenanya bila simpanan yodium dikelenjar rendah ambilan yodida
akan dipicu dan sebaliknya pemberian yodida akan menekan mekanisme di atas.
Mekanisme
yang sama dijumpai pula pada alat lain misalnya kelenjar ludah, mukosa lambung,
kulit, kelenjar mamae dan plasenta yang dapat mempertahankan kadar yodida 10-
15 kali lebih tinggi dari dalam darah.
b. Oksidasi
dan yodinasi
Oksidasi
yodida menjadi bentuk aktifnya diperantai tiroid peroksidase, enzim yang
mengandung heme, dan menggunakan H2O2 sebagai oksidan.
Enzim ini berada dimembran sel dan terkonsentrasi dipermukaan paling atas dari
kelenjar. Reaksi ini menghasilkan residu monoyodotirosil (MT) dan diyodotirosil
(DIT) dalam tiroglibulin, tepat sebelum penyimpanan ekstraselulernya di lumen
folikel kelenjar. Reaksi tersebur dirangsan TSH.
c. Pembentukan
tiroksin dan triyodotironin dari yodotirosin
Tahap
beriktnya, pembentukan triyodotironin dari residu monoyodotirosi dan
diyodotirosil. Reaksi oksidasi ini juga dikatalisasi oleh enzim tiroid
peroksidase. Kecepatan pembentukan tiroksin dipengaruhi kadar TSH dan
tersedianya yodida. Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara jumlah
tiroksin dan triyodotironin yang terbentuk dalam kelenjar dan tersedianya
jumlah yodida atau kedua yodotirosin, misalnya pada tikus, bila terjadi
defesiensi yodium pada kelenjar tiroid, rasio tiroksin/ triyodotironin akan
menurun dari 4 : 1 menjadi 1 : 3. Karena T3 meruopakan bentuk transkripsi aktif
yodium dan hanya mengandung sekitar tiga per empat bagian yodium, penurunan
jumlah yodium yang tersedia hanya sedikit berpengaruh terhadap jumlah hormon
tiroid yang keluar dari kelenjar.
d. Resorpsi
e. Proteolisis
koloid dan
f. Sekresi
hormon tiroid
Karena
T3 dan T4 disentesis dan disimpan sebagai bagian dari tiroglobulin, maka untuk
sekresinya diperlukan proses proteolisis. Proses ini dimulai dari endositosis
koloid dari lumen folikel pada permukaan sel, dengan bantuan reseptor
tiroglobulin, yakni megalin. Tiroglibulin harus dipecah dahulu menjadi beberapa
asam amino, agar hormon tiroid dapat dilepaskan, proses ini dibantu oleh TSH.
Pada saat tiroglibulin terhidrolisis, monoyodotirosin dan diyodotirosin juga
dilepaskan tetapi tetap berada dalam kelenjar, sedangkan yodium yang dilepaskan
sebagai yodida akan tergabung lagi dengan protein. Molikel triglubulin dibentuk
oleh 300 residu karbohidrat dan 5500 residu asam amino dan hanya 2-5 diantaranya
adalah T4, dengan demikian untuk melepaskan hormon tiroid, molekul
tiroglibulin harus dipecah menjadi gugus- gugus asam amino. Mekanisme ini
dipicu oleh hormon tirotropin.
g. Konversi
tiroksin menjadi triyodotironin dijaringan perifer
Pada
keadaan normal produksi tiroksin (T4) sehari antara 70- 90 µg, sedangkan
triyodotironin (T3) 15- 30 µg. meski T3 diproduksi kelenjar tiroid, sekitar 80%
T3 disirkulasi adalah hasil metabolisme T4 yang terjadi melalui sekuensial
monodeyodinasi di jaringan perifer. Sebagian besar konversi T4 menjadi T3 diluar
kelenjar, yakni terjadi di hati. Karenanya bila tiroksin diberikan pada pasien
hipotiroid dengna dosis yang dapat menormalkan tiroksin plasma, kadar T3 plasma
yang juga akan mencapai normal.
3) ESTROGEN
a. Pendahuluan
Estrogen dan progestin
merupakan hormone steroid kelamin endogen yang diproduksi oleh ovarium ,
korteks adrenal ,testis dan placenta pada masa kehamilan.Kedua jenis hormone
ini derivate sintetiknya mempunyai peranan penting pada wanita dalam perkembangan
tubuh, proses ovulasi, fertilisasi, implantasidan dapat mempengaruhi
metabolisme lipid ,karbohidrat, protein dan mineral : juga berperan penting
pada pertumbuhan tulang ,spermatogenesis dan behavior.
b.
Khasiat/indikasi
Estrogen sangat penting
peranannya pada perubahan bentuk dan perubahan bentuk dan fungsi tubuh masa
pubertas anak perempuan menjadi bentuk tubuh yang karakteristik untuk wanita
dewasa. Efek langsungnya pada pertumbuhan dan perkembangan vagina ,uterus dan
tuba falopii.Bersama hormone lain merangsang pertumbuhan duktuli,stroma dan
akumulasi lemak dan kelenjar mammae.
Sebagai kontrasepsi
,ERT atau HRT ( hormon replacement
therapy ) pada wanita pasca menopause .
c.
Efek
Samping
Reaksi yang sering
terjadi antara lain ganguan siklus haid ,mual, atau bahkan muntah ,rasa kembung
,edema, berat badan bertambah. Yang lebih serius pusing, migraine, klosma
terutama pada kulit muka, peningkatan tekanan darah ,thrombosis ,proliferasi
endometrium atau varises.
d.
Kontra
Indikasi
Wanita hamil atau
menyusui ,gangguan fungsi hepar ,riwayat thrombosis atau emboli hipertensi
,penyakit jantung, perdarahan vagina yang belum jelas penyebabnya, adenoma
mamma atau adanya tumor pada alat reproduksi.
e.
Sediaan
dan dosis
Estriol ,tablet 1 dan 2
mg ,dosis 2 – 4 tablet sehari.
Estradiol valerat
tablet 2 mg, dosis 1 tablet sehari
17 – ß estradiol patch
100 µg/hari
Etinilestradiol tablet
50 µg, masa kerja lebih panjang ,dosis 1/2 - 1 tablet sehari.
Estropipat (Na - estron sulfat ) 0,625 mg,dosis 1 atau 2
tablet sehari
Semua ini digunakan
pada efisiensi estrogen, osteoporosis pasaca menopause.
4) Progesterone
a. Pendahuluan
Progesteron
merupakan hormone steroid kelamin alamiah yang diproduksi di tempat yang sama
dengan estrogen .
b. Khasiat
/indikasi
-
Pada keadaan normal ,efek estrogen akan
mendahului dan menyertai progesterone
dalam hal efeknya pada endometrium dan hal ini penting untuk timbulnya
siklus haid yang normal.
-
Selama masa kehamilan dan fase luteal
siklus haid, progesterone dan estrogen menyebabkan proliferasi asini kelenjar
mammae.Pada akhir masa kehamilan asini kelenjar terisi sekret dan vaskularisasi
bertambah, sesudah partus dimana estrogen dan progesterone sangat menurun ,baru
akan terjadi laktasi.
-
Progesterone dapat menimbulkan rasa
katuk ,mungkin akibat efek depresaan dan hypnosis pada SSP .Karena dapat
dianjurkan penggunaannya pada malam hari sebelum tidur yang pada beberapa
wanita dapat membantu mudah tertidur.
-
Kontrasepsi ,wanita pasca menopause
,kombinasi dengan estrogen , abortus iminiens/ancaman abortus ,ancaman lahir
premature , abortus habitualis , kanker endometrium , perdarahan fungsional
endometrium.
c. Dosis
Jenis
preparat untuk kontrasepsi ,kontrasepsi hormonal tablet nerostiston 5 mg .MPA 5
mg,allilestrenol 5 mg.
5)
Kontrsepsi
hormonal
a. Pendahuluan
Kontrasepsi adalah
tindakan untuk mencegah konsepsi atau mencegah kehamilan.
b. Jenis
kontrasepsi hormonal
Dikenal 3 cara
pemberian kontrasepsi wanita yaitu:
-
Oral
Preparat kombinasi
,berisi dervat estrogen da progestin,yang hanya berisi progestin (linestrenol
0,5 mg ), minipil .
-
Suntikan
DMPA (Depo-
medroksiprogesteron asetat ) berisi MPA 150 mg diberikan 12 minggu sekali,
cyclofem ( MPA 50 mg & estradiol sipionat 10 mg ) disuntikkan setiap 30
hari
-
Implant subkutan
Satu implant
nonbiodegradable yang berisi 68 mg etonogestrel (3- ketodesogestrel). Untuk
selama 3 tahun ( implanon) dan implant yang total berisi 6 x 36 mg
levonorgestrel digunakan selama 5 tahun (norplant).
c. Efek
samping
Gangguan
haid ,mual mungkin timbul pada awal penggunaan ,peningkatan tekanan darah ,rasa
sakit di kelenjar mammae ,gangguan toleransi glukosa pada diabetes mellitus
,tromboemboli.Komponen progesterone dapat menyebabkan sakit kepala .Gangguan
kardiovaskular umumnya lebih sering terjadi pada wanita lebih 35 tahun ,perokok
atau mempunyai factor resiko kurang baik atau hipertensi.
d. Kontra
Indikasi
Kehamilan,
wanita usia > 40 tahun, thrombosis atau emboli ,penyakit kardiovaskular dan
serebrosvaskular,hipertensi ,gangguan fungsi hepar ,ikterus kolestatik,
hyperplasia endometrium ,porfiria,hiperpoprotenemia,perdarahan vagina yang
tidak diketahui sebabnya,varises, sering menderita migraine.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hormon ialah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin, yang masuk ke dalam peredaran darah untuk mempengaruhi jaringan
target secara spesifik. Adapun klasifikasi pada hormon yaitu :Hormon
adenohiposis, Hormon tiroid dan anti tiroid dan Estrogen dan progestin, agonis
dan antagonisnya.
4.2 Obat-Obat Yang
Beredar Di Pasar
1. Somatrem
2. Somatropin
3. Mekasermin
4. Estradol
5. Dietilstilbesterol
(DES)
6. Cyclofem
7. Flavonoid
8. Kumestan
9. Estriol
10. Progestin
DAFTAR PUSTAKA
Gan
Gunawan, Sulistia.2009. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta : FKUI
No comments:
Post a Comment