POLIHIDRAMNION DAN OLIGOHIDRAMNION
A.
Polihidramnion
1.
Definisi
Suatu
kejadian dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari normal biasanya lebih
dari 2 liter. Dalam beberapa literatur ada yang membagi polihidramnion menjadi
dua tergantung dari berapa lama perjalanan penyakitnya, yaitu:
a.
Polihidramnion
akut
Terjadinya
pertambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu beberapa
hari saja.
b.
Polihidramnion
kronis
Pertambahan
air ketuban yang terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu atau bulan
dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut.
2.
Etiologi
Polihidramnion bisa dijumpai bila
produksi air ketuban oleh sel pelapis selaput ketuban serta peresapan cairan
melalui selaput ketuban terjadi secara berlebihan. Penyebab keadaan tersebut
belum bisa dipastikan secara benar, salah satu yang dicurigai adalah adanya
proses infeksi. Dua pertiga kasus polihidramnion tidak diketahui sebabnya
seperti disebutkan sebelumnya, produksi paling dominan air ketuban adalah hasil
dari proses urinasi atau produksi air kencing janin. Sudah dijelaskan bahwa
janin meminum air ketuban dalam jumlah yang seimbang dengan air kencing yang
diproduksi. Bila keseimbangan ini berubah, yaitu produksi air kencing
berlebihan atau bayi tidak mampu meminum air ketuban dapat terjadi
polihidramnion.
Pada cacat bawaan sehingga air ketuban
tak bisa tertelan, misalnya karena sumbatan atau penyempitan saluran pencernaan
bagian atas, volume air ketuban akan meningkat secara drastis. Demikian pula
bila kemampuan menelan janin mengalami gangguan, misalnya janin lemah karena
hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut system saraf pusat hingga
fungsi gerakan menelah mengalami kelumpuhan. Ketidaksesuaian golongan darah
antara ibu dan janin yang dikandungnya juga bisa mengakibatkan terjadinya
polihidramnion.
Polihidramnion sering terkait dengan
kelainan janin :
a.
Anensephali
b.
Spina
bifida
c.
Atresia
oesophagus
d.
Omphalocele
e.
Hipoplasia
pulmonal
f.
Hidrop
fetalis
g.
Kembar
monozigotik
h.
Hemangioma
Polihidramnion
sering berkaitan dengan kelainan ibu :
a.
Diabetes
Melitus
b.
Penyakit
jantung
c.
Preeklampsia
Perkembangan
polihidramnion berlangsung secara gradual dan umumnya terjadi pada trimesteri
III.
Kondisi yang berisiko
tinggi menyebabkan polihidramnion :
a. Kehamilan
kembar
b. Diabetes
c. Eritroblastosis
d.
Malformasi janin
3.
Diagnosis
a.
Anamnesis
·
Perut
lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa.
·
Pada
yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak.
·
Pada
yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat terdapat keluhan-keluhan.
·
Nyeri
perut karena tegangnya uterus mual dan muntah.
·
Oedema
pada tungkai, vulva dan dinding perut.
·
Pada
proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, berkerigat dingin, sesak.
b.
Inspeksi
·
Kelihatan
perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak kulit jelas
dan kadang-kadang umbilikus mendatar.
·
Jika
akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah membawa
kandungannya.
c.
Palpasi.
·
Perut
tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut, vulva dan
tungkai.
·
Fundus
uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya.
·
Bagian
janin sukar dikenali.
·
Kalau
pada letak kepala, kepala janin dapat diraba pada balotement jelas sekali
karena bebasnya janin bergerak dan tidak
terfiksasi maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin.
d.
Auskultasi
DJJ
sukar didengar dan jika terdengar hanya sekali.
e.
Rontgen
foto abdomen
·
Nampak
bayangan terselubung, karena banyaknya cairan kadang bayangan janin tidak
jelas.
·
Foto
roentgen pada hidramnion berguna untuk diagnostic dan untuk menentukan
etiologi.
·
Pemeriksaan
dalam selaput ketuban terasa tegang dan menonjol walaupun diluar his.
4.
Diagnosa Banding
a. Hidramnion
b. Gameli
c. Asites
d.
Kista
avanii
e.
Kehamilan
beserta tumor
5.
Komplikasi
a.
Malpresentasi
janin
b.
KPD
c.
Prolaps tali
pusat
d.
Persalinan
preterm
e.
Gangguan
pernapasan pada ibu
6.
Prognosis
a.
Pada
janin
·
Kongenital
anomaly
·
Prematuritas
·
Komplikasi
karena kesalahan letak anak
·
Eritoblastosis
b.
Pada
ibu
·
Solusio
plasenta
·
Atonia
uteri
·
Perdarahan
post partum
·
Retensio
plasenta
·
Syok
7.
Penatalaksanaan
a.
Dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi secara teliti antara lain untuk melihat penyebab
dari keadaan tersebut.
b.
Dilakukan
pemeriksaan OGTT untuk menyingkirkan kemungkinan diabetes estasional.
c.
Bila
etiologi tidak jelas, pemberian indomethacin dapat memberi manfaat bagi 50%
kasus .
d.
Pemeriksaan
USG janin dilihat secara seksama untuk melihat adanya kelainan ginjal janin.
e.
Meskipun
sangat jarang, kehamilan monokorionik yang mengalami komplikasi sindroma twin
tranfusin terjadi polihidramnion pada kantung resipien dan harus dilakukan
amniosintesis berulang untuk mempertahankan kehamilan.
8.
Terapi
Terapi
hidramnion dibagi menjadi 3 fase:
a.
Waktu
hamil
·
Polihidramnion
ringan, jarang diberi terapi klinis cukup diobservasi dan berikan terapi
simptomatis.
·
Pada
polihidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan harus dirawat di rumah sakit
dan bedrest.
b.
Waktu
partus
·
Bila
tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita menunggu.
·
Bila
keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis, maka lakukan transvaginal melalui servik
bila sudah ada pembukaan.
·
Bila
sewaktu pemerikasaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, masukkan jari tangan ke
dalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan.
c.
Post
Partum
·
Periksa
Hb.
·
Pasang
infus.
·
Pemberian
antibiotic.
B.
Oligohidramnion
1.
Definisi
Air ketuban memiliki
beberapa peranan yang penting diantaranya melindungi bayi dari trauma,
terjepitnya tali pusat, menjaga kestabilan suhu dalam rahim, melindungi dari
infeksi, membuat bayi bisa bergerak sehingga otot2nya berkembang dengan baik
serta membantu perkembangan saluran cerna dan paru janin.
Oligohidramnion adalah
suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
VAK (Volume Air Ketuban) meningkat secara stabil saat kehamilan, volumenya
sekitar 30 cc pada 10 minggu dan mencapai puncaknya 1 Liter pada 34-36 minggu,
yang selanjutnya berkurang. Rata-rata sekitar 800 cc pada akhir trisemester
pertama sampai pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan
42 minggu, dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150
ml/minggu pada kehamilan 38-43 minggu.
Mekanisme perubahan
tingkat produksi AFV belum diketahui dengan pasti, meskipun diketahui
berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan
amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam. 3
faktor utama yang mempengaruhi AFV :
a.
Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus.
b.
Pergerakan air dan larutan didalam dan yang
melintasi membrane.
c.
Pengaruh maternal pada pergerakan cairan
transplasenta
Oligohidramnion lebih
sering ditemukan pada kehamilan yang sudah cukup bulan karena VAK biasanya
menurun saat hamil sudah cukup bulan. Ditemukan pada sekitar 12 % kehamilan
yang mencapai 41 minggu.
2.
Epidemiologi
US
: merupakan komplikasi pada 0,5 – 5,5% kehamilan. Severe oligohydramnion
terjadi pada 0,7% kehamilan.
3.
Etiologi
Adapun penyebab
terjadinya oligohidramnion menurut beberapa ahli yaitu:
a.
Fetal
- Kromosom
- Congenital
- Hambatan pertumbuhan janin
- Kehamilan posterm
- Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
- Kromosom
- Congenital
- Hambatan pertumbuhan janin
- Kehamilan posterm
- Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
b.
Maternal
- Dehidrasi.
- Insufisiensi uteroplasental.
- Preeklampsia.
- Diabetes.
- Hipoksia kronis.
- Dehidrasi.
- Insufisiensi uteroplasental.
- Preeklampsia.
- Diabetes.
- Hipoksia kronis.
Kondisi Yang Berisiko
tinggi Menyebabkan Oligohidramnion :
a. Anomali
kongenital
b. Penyakit
virus
c. IUGR
d. Insufisiensi
uteroplasenta
e. KPD
f. Hipoksia
janin
g. Aspirasi
mekonium dan cairan yang bercampur mekonium, dan lain-lain.
(Hellen, 2003)
4.
Patofisiologi
Secara umum, oligohidramnion berhubungan
dengan :
a.
Ruptur
membran amnion / ruptur of amniotic membranes (ROM).
b.
Gangguan
congenital dari jaringan fungsional ginjal atau obstructive uropathy.
c.
Keadaan-keadaan
yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke kantung amnion.
d.
Fetal
urinary tract malformations: seperti renal agenesis, cystic dysplasia, dan
atresia uretra.
e. Reduksi kronis dari produksi urin fetus
sehingga menyebabkan penurunan perfusi renal.
f. Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang
menginduksi redistribusi cardiac output fetal.
g.
Pada
growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran darah
dari ginjal ke organ-organ vital lain.
h.
Anuria
dan oliguria
Namun dari beberapa kepustakaan juga
menyatakan bahwa mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat
dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma
Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan
gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang
sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu
keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau
tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap
dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas
(wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota
gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi
abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat
lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter,
kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan
pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada
ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk
cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan
gambaran yang khas dari sindroma Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa :
a.
Wajah
Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung
yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
b.
Tidak
terbentuk air kemih.
c.
Gawat
pernafasan.
5.
Gambaran Klinis
Beberapa gejala klinis yang timbul pada
kasus oigohidramnion yaitu:
a.
Uterus
tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
b.
Ibu
merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c.
Sering
berakhir dengan partus prematurus.
d.
Bunyi
jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
e.
Persalinan
lebih lama dari biasanya.
f.
Sewaktu
his akan sakit sekali.
g.
Bila
ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
Selain itu terdapat beberapa faktor-faktor
yang sangat berisiko pada wanita yang dapat meningkatkan insidensi kasus
oligohidramnion yaitu:
a.
Anomali
kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ). Retardasi pertumbuhan
intra uterin.
b.
Ketuban
pecah dini ( 24-26 minggu ).
c. Sindrom pasca maturitas.
6.
Komplikasi
a.
Hipoplasia paru
b.
Deformitas pada
wajah dan skelet
c.
Kompresi tali
pusat
d.
Aspirasi
mekonium pada masa intrapartum
e.
Kematian janin
7.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
yang biasa dilakukan :
a.
USG
ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin atau ginjal
yang sangat abnormal).
b.
Rontgen
perut bayi.
c.
Rontgen
paru-paru bayi.
d.
Analisa
gas darah.
8.
Akibat Oligohidramnion
a.
Bila
terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan dan
pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu
picak seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.
b.
Bila
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti
club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering
(lethery appereance).
9.
Tindakan
Konservatif
a.
Tirah
baring.
b.
Hidrasi.
c.
Perbaikan
nutrisi.
d.
Pemantauan
kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST, Bpp).
e.
Pemeriksaan
USG yang umum dari volume cairan amnion.
f.
Amnion
infusion.
g.
Induksi
dan kelahiran
DAFTAR PUSTAKA
Varney, Hellen,dkk.2003.Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Jakarta : EGC
Prawirohardjo,
Sarwono.2009.ILmu Kebidanan.Jakarta :
PT Bina Pustaka
No comments:
Post a Comment